– Kegiatan rehabilitasi bagi remaja bermasalah di asrama militer yang dicanangkan oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terus menjadi perhatian. Meskipun telah menyelesaikan batch pertamanya dengan lulus sebanyak lebih dari 270 peserta didik, upaya bersama antara pemerintah dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat ini tetap saja dipandang kurang sesuai.
Walaupun menghadapi berbagai kritik, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi tetap teguh pada keputusannya. Ia meyakinkan bahwa disiplin adalah salah satu cara menuju kemajuan negara.
“Hari ini kita diberikan pengingat tentang suatu kejadian di mana kita kerap kali membutakan diri sendiri, acuhkan pendengaran kita, dan bungkam mulut kita saat anak-anak berseru-seru di jalan dengan membawa sangkar, pedang melintas, sementara orang-orang teriak kesakitan, namun kita hanya mampu untuk tetap tenang,” katanya seperti dikutip dari
YouTube Kang Dedi Mulyadi
Channel.
Ketika mereka tertangkap menggunakan narkoba di berbagai penjuru kota, meminum alkohol kemudian pergi dengan penuh amarah kepada kedua orang tuanya, hampir semuanya tetap diam saja. Ada juga insiden seorang anak yang nekat menyiksa leluhurnya karena melarangnya untuk bermain game online.
Saat seluruh perilaku negatif generasi penerus bangsa tersebut timbul, menurut Dedi tak ada jawaban yang pas. Cuma dua kemungkinan saja, bisa jadi tak akan pulih atau bahkan bertambah parah.
“Apabila buah hati kita bermain video games hingga pukul 04:00 dini hari, absen dari sekolah, serta bertingkah liar di rumah dengan mengintimidasi kedua orang tua mereka, maka kita sebagai orangtua sering kali merasa powerless. Ini adalah proses yang melibatkan hanya dua hal yaitu pidana dan kurungan di lembaga pemasyarakatan bagi remaja,” jelas Dedi Mulyadi.
Sebenarnya, menurut dia, segala dampak buruk tersebut timbul lantaran kurang memahami adanya jalan-jalan ketidaksenangan dalam diri para pelaku yang memiliki masalah dan berusia sekolahan. Selama ini mereka dikesampingkan baik di rumah ataupun di tempat belajar. Tak seorang pun atau pihak manapun menyediakan penyelesaian yang tepat.
“Kelompok yang tertinggal di dalam rumah, kelompok yang tertinggal di sekolah. Setiap pihak cuma menghadirkan observasi dan analisa,” katanya.
“Itulah metodologi yang dikembangkan bangsa ini tetapi tidak ada yang berani mengambil solusi,” sambungnya.
Menurut pandangannya, disiplin militer adalah hal mutlak untuk kemajuan bangsa dan bukan menjadi ancaman. Menolak konsep ini, seperti dikatakan Dedi, berarti tidak mendukung perkembangan generasi muda Indonesia.
Di samping itu, menangani remaja dengan masalah melalui program pendidikan militer sebenarnya tidak merusak hak-hak mereka; malah hal tersebut memastikan hak mereka dipenuhi. Sementara itu, nilai-nilai militernya yang tertanam di pikiran mereka saat masih bersekolah justru membentuk kepribadian menjadi lebih positif.
“Semangat militer bukan militerisasi, kalau anak-anak dibangunkan jam 4 subuh di mana letak salahnya dan di mana letak pelanggarannya. Kalau anak-anak dibangunkan kemudian disuruh membersihkan tempat tidur apa salahnya,” kata Dedi Mulyadi.
Beberapa kebiasaan harian sejak pagi hingga menjelang waktu istirahat turut ditegaskan oleh Dedi Mulyadi ketika membahas mengenai siswa SMP dan SMA yang memiliki masalah dalam mengejar pendidikan di barak. Kegiatan tersebut meliputi asupan gizi terbaik, berolahraga, serta melakukan studi dengan tekun.
Berdasarkan pandangannya, dengan aspek-aspek tersebut, hak si anak secara otomatis dipenuhi, tidak hanya pada bidang fisik, tapi juga mental, moral, serta rohani.