Dedi Mulyadi Ungkap dalang di Balik Kegagalan Pendidikan Barak Militer, Sindir Figur yang Terlalu Fokus pada Politik

Dedi Mulyadi Ungkap dalang di Balik Kegagalan Pendidikan Barak Militer, Sindir Figur yang Terlalu Fokus pada Politik



Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan bahwa ada kelompok tertentu yang berupaya membuat program pendidikan siswa di barak militer tidak berhasil.

Menurut dia, mereka merupakan sekelompok orang yang menganggap politik sebagai prioritas utama dalam kehidupan.

“Siapa yang mengira hal ini akan gagal? Orang-orang kritis serta mereka yang mengecap diri sebagai musuh dengan menggunakan kebencian menjadi motivasi utama dalam bidang politik,” ujar Dedi saat memberikan sambutan pada Peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Lapangan Gasibu, Bandung, Selasa (20/5/2025), sebagaimana dilansir oleh siaran KompasTV.

Dedi menyatakan tegas bahwa mereka tidak dapat memisahkan urusan politik dari tujuan nasionalnya.

Dia menyoroti bahwa walaupun suatu kebijakan positif, namun bisa saja dianggap negatif bila tak sesuai dengan arah politik yang ada.

“Meskipun keputusannya bagus, karena berbeda dalam urusan politik, ia akan menyebutnya sebagai sesuatu yang buruk. Sebaliknya, meski keputusannya tidak baik namun dengan alasan kepentingan politik yang sama, ia justru menganggapnya baik,” tandasnya.

Dia menggambarkannya sebagai individu yang kurang bersemangat terhadap nasionalisme dan selalu mendukung kebijakan politik.

Pada sambutannya, Dedi menyatakan tegas bahwa proyek pendidikan tersebut tidak termasuk jenis militerisasi, tetapi lebih kepada membentuk jiwa kedisiplinan dalam diri para murid.

“Semangat militer tidak berarti militarisme,” tegas Dedi.

Dia mengkritisi posisi dari kesalahannya bila murid-murid di bangunin pukul 4 dini hari, ataupun kalau mereka dimintai untuk menyapu bersih dan menata kembali ranjangnya.

Menurut dia, itu merupakan bagian dari usaha untuk mengembangkan disiplin diri dan rasa bertanggung jawab.

Dedi mengatakan bahwa pada Hari Kebangkitan Nasional, dia melakukan peresmian “Sekolah Kebangsaan Jawa Barat Istimewa” yang akan berlokasi di Dodik Lembang.

Sekolah ini tak sekadar dipenuhi oleh pelajar-pelajar yang terjerumus dalam perilaku negatif seperti beringas atau konsumsi alkohol, melainkan juga bakal didiami oleh beberapa siswa berprestasi akademis gemilang.

“Sekolah yang beroperasi saat ini mencakup pendidikan karakter dan pelatihan pertahanan negara. Saya secara resmi mengubahnya menjadi Sekolah Nasional Jawa Barat Unggulan yang akan difokuskan di Dodik Lembang,” katanya.


Program tak akan dihentikan

Dedi pun menyatakan dengan tegas bahwa dia tak berniat untuk mengakhiri program tersebut.

Menurut dia, program tersebut ternyata berhasil membuat perubahan positif pada tingkah laku para remaja problematik, menjadikan mereka lebih tertib dan bertanggung jawab.

“Beberapa orang menyarankan untuk berhenti, namun saya tidak berniat berhenti dan akan tetap meneruskannya karena metode ini cukup efektif,” ujar Dedi saat berada di gedung DPRD Jawa Barat pada hari Kamis tanggal 22 Mei 2025 malam.


Dapatkan Dukungan Lengkap dari KPAID Cirebon

Dedi Mulyadi merancang sebuah program untuk membimbing pelajar yang mengalami masalah dengan metode asrama militer. Di sisi lain, Fifi Sofiah selaku ketua KPAID Cirebon justru menyokong ide program asrama militer itu.

Itu tidak sama dengan pendirian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang telah mengecam program Dedi Mulyadi.

Bukankah, Ketua KPAID Cirebon secara langsung menghadiri kegiatan militernya bernama Barak yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan?

KPAID Wilayah III Cirebon mencakup wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan ( Ciayumajakuning ).

“Sangat kami hargai pernyataan dari Komisi Perlindungan Anak bahwa ini adalah tempat yang ideal bagi anak-anak untuk diberi pendidikan dan bimbingan secara efektif,” ungkap Fifi seperti dilansir TribunJakarta.com melalui kanal YouTube Kuningan Religi pada hari Sabtu, 24 Mei 2025.

Khususnya, menurut Fifi, adalah penting untuk mengedukasi tentang disiplin. Dia yakin bahwa jika seorang anak terdidik dengan baik dalam hal disiplin, maka akan mencerminkan pada kegigihan mereka dan akhirnya membuat mereka lebih cerdas.

“Iya, ini merupakan permulaan pembangunan disiplin yang terbentuk di tempat ini. Nantinya, anak-anak tersebut akan memiliki perilaku yang baik, menjadi lebih tekun, dan tentunya akan membahagiakan orang tua mereka. KPAID sungguh mensupport sepenuhnya program ini,” ungkap Fifi.

Fifi menyebut bahwa program barak militer tersebut tidak bertentangan dengan KPAI. Malah, tambah Fifi, KPAI Cabang Cirebon sangat mendukung kegiatan barak militer ini.

“Mengapa begitu? Karena sebenarnya beberapa dari anak-anak tersebut mungkin saja menolak dengan alasan kurangnya pemahaman terhadap perilaku nakal anak-anak dan cara untuk mengatasinya,” jelas Fifi.

Fifi menyatakan bahwa anak-anak yang memiliki masalah sebaiknya didekati dengan pendekatan yang sesuai. Salah satunya adalah melalui barak militer yang mengajarkan disiplin, etika, serta moralitas.

KPAID Cirebon juga tidak mencatat aktivitas yang terjadi di Kabupaten Kuningan. Fifi kemudian menyebutkan tentang program TNI yang bersahabat dengan anak-anak, sehingga langkah tersebut sesuai untuk mengarahkan siswa bermasalah menuju barak militer.

“Jadi, semua ini perlu dukungan lho, termasuk lembaga-lembaga yang harus mensupport dan ikut terlibat dalam menjalankan program ini,” tambahnya.

“Para orang tua tersebut tentu akan sangat bersyukur karena di rumah mereka sudah mengetahui bagaimana seharusnya menjaga dan mendidik anak-anak mereka, jadi tidak perlu khawatir tentang metode pendidikan seperti apa yang harus digunakan,” tambahnya.

Terkait dengan beberapa siswa yang memutuskan untuk tidak ikut dalam program barak militer, Fifi berpendapat bahwa masih terdapat bagian dari staf sekolah yang belum sepenuhnya memahami sasaran dari kegiatan itu.

“Bila sudah mengerti seperti pelajar, tentu akan menyokong program ini ya,” ujarnya.

Dalam waktu bersamaan, Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar menyebut bahwa program ini adalah hasil langsung dari keputusan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Ia ingin melihat transformasi pada peserta didik yang menjalani program pembentukan karakter di asrama militer.

“Dengan demikian, yang saya sampaikan barusan di sini tidak berarti kami sedang menjudgement bahwa mereka memiliki masalah serius, tetapi lebih kepada pengingat akan sesuatu yang sangat penting,” jelas Dian.

“Sesungguhnya, pesan tersebut juga mencerminkan etika kepada para orangtua lainnya bahwa pada hari ini kita tidak boleh lengah karena anak-anak perlu menunjukkan prestasi bukan hanya melalui capaian akademik semata, tetapi terkadang kita cenderung lupa akan pentingnya kecerdasan sosial seperti cara mereka bersosialisasi, memiliki rasa empati, saling membantu dan menghormati satu sama lain,” lanjutnya.

Menurut Dian, ada tugas utama yang harus diselesaikan oleh sektor pendidikan di Kabupaten Kuningan mengenai pengembangan kecerdasan sosial.

Maka dia mengingatkan pentingnya tidak meninggalkan pendidikan karakter.

“Jadi, pada kesempatan kali ini kita akan mencoba mengikuti arahan dari Bapak Gubernur. Kebetulannya, saat ini ada sejumlah anak-anak di sini jadi bisa saja terjadi beberapa kelalaian. Mungkin ada yang sempat bertengkar atau hal-hal serupa. Mari kita usaha bersama-sama untuk merencanakan kembali,” ujarnya.

Ia melihat orientasi budi luhur pekerti seolah sirna dengan begitu derasnya informasi di media sosial. Kata Dian, hal itu menjadi kegelisahan banyak pihak.

Dia juga percaya bahwa masalah itu adalah seperti Gunung Es.

“Jadi, pada hari ini kita bahas tentang cara mengembangkan kembali karakter anak didik di laboratorium ini. Mungkin hal itu tak dapat sepenuhnya ditutupi oleh kurikulum sekolah,” jelas Dian.

Pada saat yang sama, Dandim 0615 Kuningan, Letkol ARH Kiki Aji Wiryawan dari Dandi 0615 Kuningan menyatakan bahwa mereka sudah melakukan komunikasi dengan keluarga para siswa tentang program tersebut.

Lebih utama adalah kita membersihkan anak-anak dari pengaruh media sosial dengan cara-cara seperti itu, yaitu tanpa membawa ponsel dan tanpa membawa uang, sebab keperluan makan pun telah tercukupi serta camilan dan gizi yang dibutuhkannya juga sudah tersedia,” ungkap Letkol Kiki Aji.

Letkol Kiki Aji menegaskan bahwa semua peserta dalam program itu dipastikan mendapatkan jaminan kesehatan.

Diketahui bahwa sebanyak 35 dari 42 siswa yang awalnya terdaftar telah bergabung dalam program ini. Para peserta ini nantinya akan menjalani pembelajaran tentang moral dan etika bersama anggota TNI di lingkungan Diklat BKPSDM Kabupaten Kuningan.


Jawaban Dedi Mulyadi

Diberitahu bahwa Dedi Mulyadi enggan memberi komentar lebih lanjut tentang program pelatihan militer baru bagi murid-murid bandel yang saat ini mendapat kritik dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Eks Bupati Purwakarta tersebut hanya menyampaikan satu pesan kepada KPAI saat jurnalis mengajukan pertanyaan terkait hal tersebut.

Dia berharap agar KPAI dapat ikut ambil bagian dalam menangani murid yang bandel atau memiliki masalah.

“Saya mengunjungi KPAI saja. Mengingat tanggung jawab KPAI adalah melindungi anak-anak, jadi jika mereka hanya berkomentar dan memberikan saran, itu artinya apa? Mereka harus terlibat secara aktif,” ujarnya seperti dilaporkan di YouTube Kompas TV pada hari Senin (19/5/2025).

Sesungguhnya, Dedi Mulyadi pernah mengajukan permintaan kepada KPAI supaya dapat membantu dalam penanganan para anak tersebut sehingga beban pekerjaannya berkurang.

Ia menyampaikan hal itu melalui unggahan di akun Instagram pribadinya.

Ia bahkan mengungkapkan masalah yang semakin serius karena mendapatlaporannya hampir setiap harinya tentang kasus penyalahgunaan terhadap anak di bawah umur.

Demi itu, Dedi Mulyadi mengusulkan agar KPAI mendatangi wilayah-wilayah tertentu guna memberikan bantuan dan perlindungan tambahan bagi anak-anak yang terlibat dalam kasus semacam itu.

Saat ini, dia pun mendorong KPAI agar ikut ambil bagian dengan mendampingi dan menasehati anak-anak yang bandel atau memiliki masalah di Jawa Barat.

“Sangat ingin KPAI menampung sejumlah ratusan anak dari Jawa Barat yang memiliki masalah tersebut. Anak-anak itu akan ditampung dan dididik oleh KPAI. Saya bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk siapa pun,” tegasnya.

Saat bersamaan, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jastra Putra, menyatakan bahwa ada ancaman dari guru bimbingan konseling (BK) terhadap murid-murid yang enggan berpartisipasi dalam program militer, yaitu tidak dipromosikan ke tingkat selanjutnya.

Ini adalah pernyataan dari Jastra setelah KPAI mengunjungi barak militer di Purwakarta dan Lembang untuk mengevaluasi implementasi program yang dirancang oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

“Anjuran menyatakan bahwa para pelajar yang enggan berpartisipasi dalam program tersebut mungkin akan gagal maju ke tingkat selanjutnya, hal ini merupakan temuan dari wawancara kita bersama anak-anak di Purwakarta dan juga Lembang,” ungkap Jastra saat memberikan keterangan pers lewat platform Zoom pada hari Jumat, 16 Mei 2025.

Di samping itu, Jastra juga menekankan penemuan lainnya yaitu ada tiga sekolah di Purwakarta yang sama sekali tak punya guru BK. Temuan ini mendorong timbulnya pertanyaan penting seputar pihak mana yang bertanggung jawab merekomendasikan siswa ikut dalam program tersebut.

“Itulah yang menjadi pertanyaan bagi kita semua: Siapakah orang di balik rekomendasi tersebut? Pastinya perlu dilakukan penelaahan lebih lanjut sehingga kita dapat menyampaikan saran kepada para ahli psikologi,” terang Jastra.

Jastra menyatakan bahwa salah satu faktor yang memicu permasalahan perilaku pada anak adalah kurang tersedianya fasilitas bimbingan konseling dalam lingkup rumah tangga maupun institusi pendidikan.

“Hasil pembicaraan dengan instansi yang relevan mengindikasikan bahwa kekurangan tenaga ahli seperti psikolog profesional, petugas sosial, dan guru BK menyebabkan pelayanan konseling anak belum optimal,” tambahnya.

Sejalan dengan itu, Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menyuarakan keprihatinan terkait potensi pelanggaran hak anak dalam program barak militer. Khawatirnya muncul karena belum ada masukan dari ahli psikologi profesional sebelum para anak ditempatkan di program semacam itu.

” Kami menginginkan agar tak ada penyelewengan hak anak, tetapi adanya kemungkinan itu masih terbuka lantaran kehilangan panduan evaluasi yang pasti dari para psikolog,” ungkap Ai.

Ai juga mencatat bahwa kira-kira 6,7% dari anak-anak yang terlibat dalam program militer baru tersebut ternyata tidak memahami tujuan dirinya di tempat itu.

“Terdapat angka sebesar 6,7% dari anak-anak yang menyatakan bahwa mereka tidak paham alasan berada di tempat ini. Hal itu mencerminkan pentingnya pelaksanaan yang efisien untuk mencegah penyalagunaan hak-hak anak,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *