, JAKARTA –
Hasil survei
Pusat untuk Tindakan Strategis Indonesia (CISA) menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat percaya isu tentang gelar akademik Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) hanyalah bagian dari strategi politik oposisi.
Herry Mendrova, Direktur Eksekutif CISA, menyatakan berdasarkan beberapa indikator khususnya persepsi mengenai masalah tersebut, kebanyakan responden memandang isu tentang ijazah itu telah disebar oleh kelompok tertentu. Dalam perspektif lain, hal ini diartikan sebagai upaya politik dari lawan politik Joko Widodo.
Dalam penelitian ini, 89,87% partisipan berpendapat bahwa masalah tersebut kemungkinan besar telah dengan sengaja disebarluaskan atau digunakan/ dikomersialisasikan untuk tujuan politik tertentu yang dapat menguntungkan musuh mereka dalam bidang politik.
Jokowi
,” komentar Herry ketika mempresentasikan hasil survei CISA berjudul “Survei Nasional: Pendapat Publik Tentang Masalah Gelar Fiktif untuk Pak Jokowi” di Jakarta, pada hari Kamis, 21 Mei 2025.
Menurutnya, berdasarkan indikator lainnya pula, tren penilaian yang mirip terlihat pada para responden.
Dengan menanyakan tingkat kepercayaan mereka terhadap penjelasan yang disampaikan Jokowi serta UGM sebagai lembaga pendidikan berprestise, sejauh mana keyakinan mereka?
“Sebesar 51,35% responden menunjukkan kepercayaan yang kuat, serta 25,35% responden lainnya merasakan tingkat kepercayaan sedang terhadap penjelasan yang disampaikan oleh Jokowi. Lalu bagaimana dengan respons mereka terkait keterangan dari UGM? Polanya juga hampir sama dan menggembirakan. Dengan rincian sekitar 47,35% responden memberi kepercayaan penuh, sementara itu 25,76% lagi memiliki keyakinan moderat,” jelas Herry.
CISA juga menyelidiki bagaimana persepsi publik terhadap keakuratan tindakan Jokowi dalam menggunakan jalannya hukum untuk merehabilitasi citranya yang dipertaruhkan oleh dugaan masalah ijazah tersebut.
Selanjutnya, Herry menyebutkan berdasarkan data survei bahwa 29,60% responden merasa cukup tepat, 21,10% responden memandangnya sebagai jawaban yang tepat, serta 6,7% responden menganggapnya sangat tepat.
Sebaliknya, 18.5 persen responden menganggapnya kurang akurat, sementara itu 15.5 persen lainnya menyatakan bahwa hal tersebut sama sekali tidak tepat.
“Saya secara pribadi merasa bahwa tindakan hukum tersebut boleh-boleh saja dilaksanakan oleh seluruh warga negara, dengan posisi yang sama rata di hadapan undang-undang. Lebih dari itu, hal ini amat krusial bagi pemulihan imej Bapak Jokowi. Yang perlu ditunjukkan kemudian adalah bukti-bukti pada kedua belah pihak yaitu para penyuntik kasus serta Bapak Jokowi di mata hukuman,” jelasnya.
Perlu dicatat bahwa survei nasional ini dilaksanakan dari tanggal 9 Mei hingga 15 Mei 2025.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui opini publik seputar masalah keberadaan Ijazah milik Jokowi. Responden dari survey ini mencakup orang dewasa berusia lebih dari 17 tahun atau mereka yang telah memenuhi syarat pemilihan serta khususnya melibatkan pakar hukum, ilmuwan, praktisi ataupun pengamat pendidikan, peneliti, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat/Lembaga Non Pemerintahan Organisasi, pelajar tingkat universitas, dan tokoh-tokoh politik yang selalu menyimak perkembangan dinamika bidang politik maupun hukum dengan sadar dan proaktif.
Teknik penelitian yang dipakai adalah melalui wawancara secara langsung dengan memanfaatkan aplikasi WhatsApp, Zoom, serta Google Meet.
Pengumpulan data menggunakan teknik Sampling Berhenti Ini melibatkan pemilihan subjek atau partisipan secara sengaja berdasarkan standar spesifik tertentu, yang relevan dengan objektif dari studi tersebut. Subjek-subjek ini dipilih karena mereka memenuhi syarat-syarat penting dan cocok untuk mencapai maksud penelitiannya.
Berdasarkan metode pengambilan sampel itu, diperoleh total 950 responden.
Tingkat kesalahan dalam pengukuran sampel itu adalah ±2,95 dengan keyakinan sebesar 95%.
(fri/jpnn)