Menimbang Urgensi Pengangkatan Sekjen DPD dari Polisi Aktif

Menimbang Urgensi Pengangkatan Sekjen DPD dari Polisi Aktif

Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Sultan Bachtiar Najamudin, melantik Irjen Polisi Muhammad Iqbal menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI pada Senin (19/5/2025), di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pelantikan Iqbal berdasar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 79/TPA Tahun 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Dari Dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI.

Sultan menyebut jabatan Sekjen DPD strategis dan memainkan peran kunci dalam menjalankan tugas wewenang lembaga.

“Dengan latar belakang saudara sebagai personil Polri, Saudara telah menunjukkan dedikasi dan profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kami percaya bahwa pengalaman dan keahlian saudara akan sangat bermanfaat bagi lembaga DPD RI dalam menjalankan tugas-tugas konstitusionalnya, dan membawa perspektif baru untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas lembaga,” katanya dalam pidato sambutannya, pada
hari pelantikan
.

Sebagai seorang perwira tinggi, Iqbal sempat menduduki sejumlah posisi strategis di internal Polri. Pada 2018, Iqbal sempat ditunjuk menjadi Kepala Divisi Humas Mabes Polri, kemudian berlanjut menjabat sebagai Kapolda NTB di medio 2020-2021. Dia lalu dimutasi menjadi Kapolda Riau pada 2021. Setelah itu Iqbal ditarik kembali ke Jakarta, menjadi Perwira Tinggi Baharkam Polri hingga kemudian ditugaskan menjadi Sekjen DPD RI.

Walau kedatangan Iqbal sangat dinantikan oleh DPD, tetapi ia tak luput dari kritikan masyarakat. Salah satu ketakutan publik berkisar tentang masalah profesionalitasnya. Selain harus taat pada pemimpin DPD RI, Iqbal juga memiliki tanggung jawab terhadap Kapolri.

Lucius Karus, seorang peneliti senior dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), menyatakan bahwa tugas kepolisian dalam hal pelaksanaan hukum tak sesuai dengan peranan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

“Kemungkinan loyalitas sekjen berubah menjadi dual atau bahkan lebih dapat terjadi, dan hal ini pada akhirnya tidak bisa dihindari yaitu potensi adanya konflik kepentingannya,” ungkap Lucius ketika dimintai komentar oleh Tirto, hari Selasa tanggal 21 Mei 2025.

Kami berusaha untuk memperoleh pendapat dari pihak DPD mengenai kemungkinan adanya konflik kepentingan tersebut. Akan tetapi, Ketua DPD Sultan dan Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung, tidak memberikan tanggapan apapun.

“Maaf, ada acara,” ujar Tamsil melalui pesan pendek ketika Tirto menghubunginya, pada hari Rabu (21/5/2025).

Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 79/TPA bertindak sebagai panduan hukum untuk pengangkatan Iqbal. Menurut anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, penunjukan Iqbal berlaku secara hukum dan mengacu pada peraturan organik yang relevan.
Undang-undang No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian.

Menurut Pasal 28 ayat 3 dari aturan tersebut, disebutkan: “Anggota Kepolisian bisa menempati posisi di luar institusi polisi setelah mereka mengundurkan diri atau telah mencapai masa pensiun.” Pendapat Rudianto adalah bahwa ungkapan “posisi di luar kepolisian” merujuk pada pekerjaan yang tidak terhubung dengan instansi polisi dan bukan merupakan tugas yang ditetapkan oleh Kapolda.

Maka dia menggarisbawahi bahwa Keputusan Presiden serta surat penunjukan dari Kapolri memberikan dasar hukum bagi pelantikan Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal DPD RI. Dia menjelaskan, “Dengan demikian, sesuai interpretasi yang sah menggunakan metode kontraposisi dalam ilmu hukum, apabila posisi ini terkait erat dengan tanggung jawab dan peran Polri atau didasari oleh petunjuk dari Kapolri.” Hal itu disampaikan Rudianto ketika ditemui tim Tirto pada hari Rabu, 21 Mei 2025.

Rudianto juga merujuk pada Pasal 30 bagian (4).
UUD 1945
Yang berbunyi: “Polri sebagai instrumen negara yang menjaga keamanan dan keteraturan masyarakat memiliki tugas untuk melindungi, mengayomi, melayani rakyat, serta mendirikan hukum.”

Dengan undang-undang itu, Rudianto menegaskan bahwa polisi aktif bertanggung jawab untuk melindungi dan memelihara kerjasama antar instansi pemerintah. Dia menyebutkan, “Harus dipandang sebagai satu kesatuan, mulai dari sudut pandang filsafatnya hingga aturan mainnya, agar tidak terjadi penilaian prematur tentang posisi kepolisan di bawah departemen, lembaga atau unit.” Begitu katanya.

Selain disahkan lewat Keppres, pelantikan Iqbal menjadi Sekjen juga berdasar permintaan pimpinan DPD secara resmi kepada Kapolri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa pengajuan perwira tinggi Polri dilakukan DPD untuk mendukung kompetensi kerja lembaga negara tersebut.

“Menurut permintaan Ketua DPD beserta dengan hal berikutnya, Kapolri telah memberikan persetujuannya terhadap Pati Polri yang dipilih oleh DPD sebab mereka mempunyai prestasi kerja luar biasa serta tepat dalam bidang keahlian untuk melengkapi posisi Sekjen DPD,” jelas Trunoyudo kepada Tirto pada hari Rabu (21/5/2025).

Trunoyudo juga menjelaskan beberapa peraturan yang bertindak sebagai landasan hukum untuk penunjukan Iqbal. Pertama
Undang-undang No. 20 Tahun 2023
mengenai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selanjutnya peraturan pelaksanaannya
Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017
Terkait dengan Pengelolaan Pegawai Negeri Sipil. Peraturan tersebut memperbolehkan polisis aktif menempati posisi dalam jajaran pegawai pemerintah tertentu.

Pasal 147 dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 menyatakan: “Beberapa posisi dalam kepegawaian sipil pemerintahan pusat tertentu boleh diduduki oleh prajurit Angkatan Nasional Indonesia serta petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia mengacung pada kualifikasi yang ditetapkan menurut aturan hukum yang berlaku.”

Sesuai dengan Pasal 149 dari dokumen tersebut, tertulis: “Nama jabatan, kompetensi jabatan, serta syarat-syarat untuk pegawai negeri sipil di kantor pusat sebagaimana disebutkan dalam Pasal L47 dan Pasal 148 ditentukan oleh PPK dengan persetujuan Menteri.”

Di samping itu, Trunoyudo menyatakan bahwa Polri sudah memiliki pedoman tentang penempatan personelnya melalui Peraturan Kapolda Nomor 14 Tahun 2017 serta Peraturan Kepolisian Nomor 2012 Tahun 2018. Atas dasar dua ketentuan tersebut, hal ini memberikan peluang lebih besar bagi Polri untuk mendelegasikan perwira mereka ke posisi non-militer.

Polri Menjadi Sekjen DPD, Apakah Ini Meningkatkan Kekuatan Instansi?

Walaupun DPR dan Mabes Polri sudah merilis beberapa dasar hukum, penunjukan Muhammad Iqbal sebagai Sekretaris Jenderal DPD tetap dianggap bertentangan dengan peraturan. Salah satu ketentuannya adalah UU.
U Undang-undang (UU) No. 17 Tahun 2014
mengenai Konferensi Rakyat Nasional, Parlemen Rakyat, Badan Perwakilan Regional, serta Parlemen Perwakilan Raya (Undang-undang MD3).

Pasal 414 ayat (2) dalam Undang-Undang MD3 menyatakan: “Sekretaris jenderal sebagaimana dijelaskan dalam ayat (1), secara umumnya berasal dari pegawai negeri sipil profesional yang telah memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Peneliti dari Formappi, Lucius Karus menggarisbawahi bahwa posisi Iqbal sebagai perwira kepolisan menjadikan dia tidak sesuai dengan syarat untuk menduduki jabatan Sekretaris Jenderal di DPD. Meskipun ia setuju bahwa anggota kepolisan tetap merupakan bagian dari aparat negara, namun mereka bukanlah pegawai negeri sipil seperti yang tercantum dalam undang-undang tersebut.

“Maka dari itu, menunjuk Sekretaris Jenderal DPD berasal dari Pegawai Kepolisan tak sesuai dengan peraturan seperti telah disebutkan sebelumnya,” ujar Lucius saat memberikan keterangan pada wartawan Tirto, Selasa (20/5/2025).

Sebaliknya dari mencalonkan Sekretaris Jenderal DPD yang diprediksikan akan memiliki masalah terkait keahlian dan mendapat kritik dari publik, Lucius justru berpendapat bahwa sebaiknya kuatkan wewenang DPD. Baginya, cukup vital bagi DPD untuk membuktikan komitmennya dalam pengembangan diri sehingga dapat tumbuh sebagai institusi representatif daerah yang bisa diandalkan.

Dia meminta DPD tidak hanya berpangku tangan pada profesionalisme kerja Polri untuk membangun performa internal lembaga, seperti yang disampaikan Ketua DPD Sultan Najamudin. DPD, idealnya saling bergotong-royong dengan menunjukkan kualitas dan keseriusan mereka dalam memberikan sumbangsih bagi bangsa.

“Bila pembahasan tentang DPD hanya berpusat pada masalah-masalah yang sensitif, dukungan publik untuk memperkuat wewenangnya akan semakin susah didapatkan,” jelasnya.

Pada saat bersamaan, peneliti dari Institut untuk Studi Keamanan dan Strategis (ISESS), Bambang Rukminto, menegur pernyataan anggota Komisi III DPR, Rudianto Lallo. Menurut dia, klaim bahwa UU No. 2 Tahun 2002 sebagai dasar hukum dalam penetapan Muhammad Iqbal sebagai sekretaris jenderal DPD tidak tepat.

Berdasarkan pendapat Bambang, anggota Polri wajib keluar dari satuan atau meminta pensiun awal apabila berkeinginan melamar posisi dalam sektor sipil. Ia pun menyampaikan bahwa instruksi Kapolri tak dapat dipakai sebagai landasan hukum yang melemahkan ketentuan pada pasal itu.

“Penjelasan pada Pasal 28 ayat (3) tak dapat dipakai sebagai dasar hukum bagi instruksi Kapolri yang memerlukan personelnya bekerja diluar struktur organisasi tanpa mempertimbangkan isi pasal tersebut atau bahkan mengabaikannya seolah-olah bukan aturan utama,” jelas Bambang ketika ditemui oleh Tirto, hari Selasa tanggal 21 Mei tahun 2025.

Menurutnya, bila instruksi dari Kapolri digunakan sebagai dasar hukum untuk menugaskan polisi aktif pada posisi sipil, hal ini bisa membuka peluang bagi unit Bhayangkara ikut campuri urusan departemen dan institusi lainnya. Terlebih lagi apabila tanggung jawab utama serta fungsi pekerjaan mereka tidak berkorelasi dengan aktivitas kepolisian.

Namun, melalui surat perintah dari Kepala Polri serta permintaan dari kementerian atau lembaga terkini, sekarang banyak anggota yang berada di luar strukturnya. Oleh karena itu, jangan heran jika saat ini ada jenderal polisi (yang) bertugas di Kementerian Perdagangan, Pertanian, Perhubungan, Kesehatan, Imigrasi, dan Pemasyarakatan,” ujar Bambang.

Bambang mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo agar meningkatkan komitmennya terhadap implementasi janji reformasi tahun 1998, khususnya pada aspek perbaikan manajemen internal kepolisian. Dia juga merekomendasikan kepada Listyo supaya menyediakan opsi bagi personel polisi yang ingin tetap bertahan di organisasi tersebut atau pensiun dan berganti status menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Organisasi Polri tidak perlu memberikan izin kepada personel mereka untuk memiliki dua jabatan sekaligus, yaitu sebagai anggota kepolisan dan pula sebagai pekerja di departemen atau institusi lain,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *