Ketua Umum Rakyat Millenial Indonesia (RMI), Nasrudin, melontarkan kritik tajam terhadap usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang disuarakan oleh Forum Purnawirawan TNI.
Ia menilai wacana tersebut tidak hanya tanpa dasar hukum yang kuat, tetapi juga berpotensi merusak iklim demokrasi pasca-Pemilu 2024.
“Ini bukan persoalan suka atau tidak suka. Menggugat wakil presiden yang sah hanya karena tidak puas dengan hasil pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi, itu seperti membanting papan catur karena kalah langkah, bukan karena aturannya yang salah,” tegas Nasrudin dalam pernyataan resminya, Jumat (6/6).
Nasrudin menyebut langkah Forum Purnawirawan TNI sebagai bentuk halusinasi politik yang berbahaya.
Menurutnya, gagasan tersebut tidak mencerminkan semangat demokrasi, melainkan lebih mirip upaya melampiaskan kekalahan politik melalui celah konstitusi.
“Kita sedang bicara soal negara, bukan sedang main game. Mengusulkan pemakzulan wakil presiden yang sah hanya karena tak puas dengan putusan Mahkamah Konstitusi, itu seperti membanting papan catur karena kalah langkah, bukan karena aturan mainnya yang keliru,” ujar Nasrudin dalam pernyataan resmi, Jumat (6/6/2025).
Forum Purnawirawan TNI sebelumnya mengirim surat kepada DPR dan MPR RI pada 2 Juni 2025, meminta dimulainya proses pemakzulan terhadap Gibran.
Mereka menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi dasar pencalonan Gibran melanggar prinsip ketatanegaraan.
Namun, Nasrudin menilai tudingan tersebut justru menunjukkan ketidakmampuan membedakan antara ketidakpuasan pribadi dan pelanggaran konstitusional.
“Kalau setiap ketidaksukaan bisa dijadikan alasan untuk memakzulkan, lalu apa gunanya kita menggelar pemilu yang mahal dan melelahkan? Cukup kumpulkan tanda tangan, bangun opini saja. Praktis memang, tapi itu bukan demokrasi namanya, itu manipulasi berkedok aspirasi,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat sesuai ketentuan konstitusi.
Pemakzulan, menurutnya, hanya dapat dilakukan jika terdapat pelanggaran berat sesuai Pasal 7B UUD 1945. Ia mengingatkan agar jangan sampai pemakzulan dijadikan sebagai alat pelampiasan kekalahan politik.
“Jangan sampai pemakzulan dijadikan panggung pelampiasan frustrasi politik, jangan bawa negara masuk lorong gelap frustrasi politik,” tandasnya.
Nasrudin juga menekankan bahwa pemilu telah usai dan rakyat telah menentukan pilihannya secara sah. Ia mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga stabilitas pemerintahan dan tidak terus menciptakan kegaduhan politik yang tidak produktif.
Namun, Nasrudin tetap memberikan penghormatan kepada para purnawirawan.
Ia menyebut mereka sebagai sosok terhormat yang telah berjasa besar bagi negara dan semestinya menjadi teladan dalam menjaga konstitusi, bukan malah ikut dalam pusaran narasi destruktif.
“Kita harus akui, para purnawirawan adalah orang-orang terhormat yang sudah mengabdi dalam diam saat senjata bicara dan negara diuji. Mereka seharusnya menjadi teladan dalam menjaga marwah konstitusi, bukan justru ikut dalam arus kegaduhan politik,” tuturnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar semangat para purnawirawan diarahkan pada kontribusi konstruktif dan pemikiran jernih demi kemajuan bangsa.
“Kami menghargai semangat para purnawirawan yang meskipun seharusnya sudah menikmati masa istirahat, masih menunjukkan kepedulian terhadap nasib bangsa. Namun semangat itu akan jauh lebih mulia jika diwujudkan dalam sumbangsih pemikiran, bukan ajakan melanggar konstitusi. Bangsa ini butuh panduan, bukan bara. Butuh keteladanan, bukan provokasi,” tutup Nasrudin.
Artikel ini telah tayang di
Tribunnews.com