, PALANGKA RAYA
Dua calon wali kota yang sudah dikeluarkan dari kontes, yaitu H Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan Ahmad Gunadi-Sastra Jaya, diketahui memiliki pengaruh besar dalam Pilkada Barito Utara.
Hal tersebut dikemukakan oleh pakar politik serta dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Palangkaraya (UPR), Ricky Zulfauzan.
Ricky mengatakan bahwa kedua calon yang didiskualifikasi tersebut masih memiliki hubungan dengan pemilihan umum di Kabupaten Barito Utara.
“Di samping itu, pengetahuan dan pengalaman mereka selama pemilihan umum sebelumnya amat bernilai untuk para calon yang masih baru di bidang ini,” jelas Ricky pada hari Minggu, 25 Mei 2025.
Perlu diinformasikan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah mencopot status pasangan calon bupati dan wakil bupati untuk Kabupaten Barito Utara dengan nomor urut 1 yaitu Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo (Gogo-Helo), serta yang bernomor urut 2, yakni Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya (Agi-Saja). Keduanya dikeluarkan dari perlombaan dalam pemilihan kepala daerah tahun 2024.
Putusan tersebut tercantum dalam Dokumen Amarnya No. 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 dan diucapkan oleh Ketua MK, Suhartoyo, saat sidang berlangsung pada hari Rabu, tanggal 14 Mei 2025.
Keduanya sudah dikesampingkan lantaran terlibat dalam praktik suap memsuap.
Saat ini, kedua belah pihak tidak dapat lagi berpartisipasi secara aktif dalam persaingan untuk posisi Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara.
Hingga saat ini, berbagai figur telah disebutkan sebagai calon untuk menyingkirkan pasangan Gogo-Helo serta Agi-Saja.
Beberapa nama tersebut, terdapat individu yang tetap menjabat, misalnya Shalahuddin sebagai Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan dan Kemasyarakatan Sekretariat Daerah Kalimantan Tengah, bersama dengan Jimmy Carter, yang menduduki posisi wakil ketua tiga di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
Ricky Zulfauzan berpendapat bahwa keduanya perlu mengundurkan diri dari posisinya apabila dipilih oleh setiap koalisi yang bersangkutan.
Namun demikian, menurut Ricky, keputusan Jimmy Carter untuk mengundurkan diri dari posisi Wakil Ketua III DPRD Kalimantan Tengah harus ditegaskan kembali.
Sebab itu, seperti yang dijabarkannya kemudian, sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi bernomor 176/PUU-XXII/2024, pembatasan penyebab pengunduran diri dalam Pasal 426 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum harus dipertimbangkan.
Peraturan ini menghambat pencopotan calon legislatif yang telah dipilih hanya lantaran menerima tugas dari pemerintah tanpa melewati proses pemilihan.
“Pengunduran diri dari sebagai peserta pemilihan kepala daerah akan dicegah oleh undang-undang itu,” jelas Ricky.
Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 176/PUU-XXII/2024 diucapkan pada sidang pengumuman hasil peninjauan ulang undang-undang No. 7 tahun 2017 mengenai pemilihan umum (UU Pemilu), yang berhubungan dengan UUD 1945, pada hari Jumat tanggal 21 Maret 2025.
Menurut laporan dari mkri.id, permohonan tersebut diajukan oleh Adam Imam Hamdana bersama dengan tiga kawan sejawatnya yaitu Wianda Julita Maharani serta Adinia Ulva Maharani yang masih berstatus sebagai mahasiswi.
Dalam pembacaan putusan yang disampaikan oleh wakil ketua MK Saldi Isra, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa walaupun berhenti dari jabatan adalah suatu hak bagi calon terpilih, namun amanat masyarakat yang telah diberikan lewat proses pemilihan umum perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan untuk mundur.
Saldi mengatakan bahwa apabila seorang calon yang telah mendapatkan mayoritas suara, maka kedudukannya sebagai pilihan rakyat harus dipandang dan dituruti dengan hormat.
“Kepemimpinan yang tercermin dari suara rakyat pada saat pemilihan umum adalah bentuk nyata demokrasi dan harus mendapat pengakuan,” kata Saldi Isra.
MK berpendapat bahwa penarikan diri seorang anggota calon legislator yang berhasil dipilih bisa menghilangkan hak suara dari para pemilih yang sudah mendukungnya.
Saldi Isra mengatakan bahwa dalam sistem pemilihan umum proporsional terbuka, para pemilih memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan mereka berdasarkan figura dari kandidat yang diajukkan.
Apabila warga negara yang dipilih memutuskan untuk mundur, maka aspirasi publik akan kehilangan artinya dan bisa menciptakan keraguan dalam aspek hukum.