Respon Puan, KPK, dan FITRA Tentang Kenaikan Dana Bantuan untuk Parpol

Respon Puan, KPK, dan FITRA Tentang Kenaikan Dana Bantuan untuk Parpol

 

,


Jakarta

– Peningkatan dana bantuan finansial bagi partai politik (parpol) sekali lagi jadi topik panas dalam diskusi antara para pemain politik dan masyarakat umum. Di tahun ini, Partai Gerindra mendapat
dana bantuan partai politik
sebanyak Rp 20,07 miliar dari pemerintah, meningkat dariRp 18,2 miliar di tahun sebelumnya.

Kenaikan tersebut menimbulkan keraguan tentang sejauh mana tindakan itu masih masuk akal dan berfungsi dengan baik mengingat batas-batas dana pemerintah.

Ketua DPR RI
Puan
Maharani menyampaikan pesan pentingnya untuk tidak tergesa-gesa dalam menerapkan kebijakan tersebut. Dia menekankan bahwa DPR akan melakukan tinjauan mendalam atas laporan analisis yang ada sebelum membuat keputusan tentang penguatan dukungan finansial.

“Harus kita periksa selanjutnya, apakah belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut cukup?” katanya di Senayan, Jakarta, Minggu, 25 Mei 2025, sebagaimana dilansir dari
Antara
.


Besaran dan Skema Bantuan

Menurut Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2018, dukungan yang diberikan kepada partai politik saat ini adalah sebesar Rp 1.000 per suara sah pada level nasional, Rp 1.200 di tingkat propinsi, serta Rp 1.500 di tingkatan kabupaten atau kota.

Angka tersebut mengalami peningkatan signifikan dibanding tahun 2015 yang hanya bernilai Rp 108 per suara. Rencana ini diatur sesuai dengan total suara yang diraih oleh partai politik pada saat pemilihan umum, tidak bergantung pada jumlah kursinya, sehingga dapat merepresentasikan kinerja secara lebih adil.

Dalam Studi Mendukung Anggaran Pemerintah Pusat untuk Finansial Parpol di Kementerian Keuangan, dinyatakan bahwa metode yang mengacu pada jumlah suara lebih mencerminkandukungan masyarakat dibandingkan dengan sistem berbasis kursi. Lebih lanjut, menurut data global, posisi Indonesia dalam hal ini belum optimal.

Misalnya, Jerman menyediakan bantuan sebesar 0,7 euro (kira-kira Rp 12.825) untuk setiap suara. Di sisi lain, Jepang mengeluarkan dana sebanyak 250 yen (setara dengan kurang lebih Rp 264) per suara. Laporan itu merekomendasikan peningkatan dukungan menjadi mencapai Rp 810 tiap suara, berdasarkan metode gaji minimum, atau turun ke Rp 265 apabila dihitung sesuaiengan hal ini.
purchasing power parity
.


Respons Partai Politik

Sekjen Partai
Gerindra
Ahmad Muzani merespon positif peningkatan dana bantuan tersebut. Partainya, Gerindra, menegaskan bahwa 88 persen dari dana bantuan pada tahun lalu dialokasikan untuk pendidikan politik, sementara sisanya dipakai untuk biaya operasional. Selanjutnya, neraca keuangan partai berhasil memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPK).

“Meskipun kita paham bahwa dana tersebut belum sepenuhnya mencakup semua keperluan aktivitas parti pada masa depan, sumbangan ini masih memberikan dukungan signifikan untuk kelancaran operasi parti kami,” jelas Ahmad.

Ide untuk meningkatkan bantuan ini menerima dukungan pula dari Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto. Dia mengungkapkan bahwa sistem pendanaan politik yang sehat dapat membantu dalam pengendalian korupsi. Dalam pandangannya, tingginya biaya untuk menjelma sebagai pegawai negeri sering kali menciptakan fenomena gratifikasi terhadap para penyokong finansial.

Akan tetapi, tidak semua orang sepakat. Menurut peneliti dari BRIN bernama Wasisto Raharjo, korupsi sebenarnya lebih berhubungan dengan adanya kesempatan dan lubang dalam sistem daripada hanya kurangnya anggaran saja. Dia menghimbau pentingnya transparansi serta laporan keuangan partai yang dapat dipertanggungjawabkan.

Seknas

Forum Indonesia untuk Keterbukaan Anggaran

FITRA mengungkapkan dukungan terhadap penguatan anggaran, tetapi juga meminta beberapa syarat, seperti ketelitian dalam penggunaan dana, pembinaan keahlian bagi para aktivisnya, serta standar ukuran kinerja dari wakil rakyat yang lebih jelas.

“Pemberian tambahan dana bantuan kepada partai politik belum tentu bisa menghindari kasus korupsi apabila manajemen dan pengawasan masih kurang baik,” ungkap Siska Barimbing, yang merupakan wakil dari FITRA.

Di samping itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menganggap ide tersebut bertentangan dengan usaha Presiden Prabowo Subianto dalam mensejahterakan pengeluaran anggaran.

“Menurutku, cara untuk menyingkirkan suap di kalangan pejabat adalah dengan hukuman pidana berupa eksekusi atau pemenggalan kepala. Selain itu, harus ada undang-undang yang membolehkan penyitaan harta mereka. Aku percaya jika hal ini diterapkan, para pejabat akan menjadi lebih bertekun,” ungkapnya.


Daniel Ahmad Fajri

ikut berpartisipasi dalam penyusunan artikel ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *